BAB II

MENYAPU DEBU KALBU

1. Mengapa Engkau Beramal

Berbagai jenis amal yang tampak adalah karena beragmnya keadaan yang berasal dari hati

Setiap amal selalu didahului dengan niat. Tanpa niat di dalam hatimu, maka mustahil engkau akan berbuat, tak mungkin engkau beramal. Niatmu adalah tolok ukur dari setiap amal perbuatanmu. Niatmu baik, aman menghasilkan buah yang baik, begitu pula sebaliknya.

Dalam hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim diterangkan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda, “Sesungguhnya sah dan tidaknya suatu amal itu bergantung kepada niatnya. Maka barangsiapa yang berhijrah semata – mata taat kepada Allah dan RasulNya, maka hijrahnya diterima Allah dan RasulNya. Orang yang berhijrah karena mencari keuntungan duniawi atau wanita yang ingin dikawininya, maka hijrahnya terhenti pada keinginannya itu.”

Salah satu yang menyebabkan hati berdebu karena amal erbuatan yang engkau lakukan disertai dnegan niat yang tidak tepat. Padahal sebagai orang yang ingin menapaki jalan makrifat, segala sesuatunya itu berujung kepada Allah. Amalan apapun merupakan pengorbanan hamba bagi sang Khalik.

Berhati – hatilah mengawali niat bagi amal perbuatan yang hendak engkau lakukan. Niatmu melakukan ibadah tetapi semata – mata untuk mencari surga, maka sama halnya sebagai pekerja kuli yang hanya ingin mendapatkan bayaran dari juragannya. Padahal seorang kuli yang bekerja dengan niat menyenangkan hati juragan, maka ia akan mendapatkan dua macam imbalan. Pertama imbalan berupa bayaran, dan kedua adalah sikap tuannya yang ‘senang’ kepadanya.

Begitu pula jika niatmu itu bermuara kepada Allah, insya Allah engkau akan mendapatkan segala – galanya. Sesuatu yang tak ternilai harganya itu tak perlu kau risaukan, karena Allah telah berjanji akan memberinya. Jangan terlalu diharapkan, dan seharusnya engkau serahkan; diberi atau tidak, itu urusanNya.

2. Amal Ibarat Sangkar, Ikhlas Ibarat Burungnya

Bentuk amal yang nyata itu hanyalah kerangka yang tegak, sedangkan hakikatnya adalah wujud rahasia keikhlasan.

Engkau telah menyadari bahwa setiap amal itu bergantung kepada niatnya dan bukan kepada perbuatanmu. Tetapi harus pula diingat, meskipun engkau sudah memasang niat, tetapi jika niat itu tidak ikhlas, maka ibarat sangkar tidak ada isinya. Ibarat tubuh tak berjiwa.

Amal merupakan penjelmaan dari niat dan keinginan di dalam hati. Ada niat dan keinginan di dalam hati, lalu diwujudkan dalam tindakan, maka barulah disebut amal. Amal tak akan gagal jika ada kecocokan dengan niat. Tetapi niat saja tidak cukup jika tidak ikhlas.

Sayid Sabiq pernah berkata, “Secara sengaja dengan ucapan, tindakan dan jihad karena hanya Allah semata dan mengharap ridhaNya saja. Inilah yang disebut ikhlas. Bukan karena niat mengharap harta, pujian, jabatan, atau kemasyhuran. Amal yang disertai dengan niat ikhlas akan terangkat dari sesuatu yang tercela.”

Sesungguhnya jika setiap tindakanmu itu kausertai dengan niat ikhlas hanya karena Allah, maka secara tidak langsung engkau telah menyapu debu dalam kalbu. Debu yang dimaksud adalah bahaya – bahaya ujub, riya’ dan sejenisnya.

Rasulullah mengajarkan tentang pokok – poko amalan ikhlas, “Sesungguhnya Allah tidak akan menilai bentuk tubuhmu dan tidak pula melihat rupamu, namun Dia menilai hatimu. “ Lalu dalam sabdanya yang lain, “Manusia itu seluruhnya akan binasa, kecuali mereka yang beriman. Mereka yang beriman itu seluruhnya akan binasa, kecuali yang beramal. Dan mereka yang beramal seluruhnya akan binasa, kecuali mereka yang ikhlas.”

Ditinjau dari ikhlas dalam beramal taat, maka manusia itu dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok. Keikhlasan golongan manusia ibadah berbeda dengan golongan muhibbin. Golongan ibadah beramal hanya kepada Allah semata, dengan berharap mendapatkan surga dan terhindar dari neraka.

Tingkatan manusia muhibbin lebih sempurna lagi. Mereka ini bermal disebabkan kecintaannya kepada sang Khaliq. Beramal bukan karena ingin mendapatkan pahala dan bukan karena takut kepada neraka.

Tingkatan makrifat lebih sempurna. Mereka bermal tetapi tidak merasakan beramal. Setiap amal yang baik itu diyakini sebagai dorongan dan kehendak Allah. Terhadap amal baik itu, ia tidak merasa mempunyai kekuatan atau energi sedikitpun. Sehingga, dia tidak mengharapkan apapun dari Allah. Semuanya terserah Allah.

Sekarang, cobalah engkau bermuhasabah (instropeksi diri), masuk dalam tingkatan manakah amal ibadahmu? Jika ingin menempuh jalan makrifat, maka engkau harus berusaha untuk menduduki tingkatan terakhir.

Maka pemahaman tentang amal, niat, dan keikhlasan haruslah direnungkan. Sesungguhnya amal itu hanyalah bentuk lahiriah yang ibaratnya snagkar. Sedangkan keikhlasan merupakan sumber kekuatan dan kehendakmu. Karena itu gantungkanlah harapanmu hanya kepada Allah semata!

3. Benih Amal Yang Ditanam Berbuah Kebahagian

Tanamlah wujudmu dalam bumi kerendahan tak dikenal, sebab sesuatu yang tumbuh tanpa ditanam buahnya jadi tidak sempurna

Jangan kau mengharap pohon akan berbuah baik jika benihnya engkau lempar begitu saja. Sesungguhnya benih yang dipilih dari yang terbaik dan ditanam, kelak akan menjadi pohon yang berbuah sempurna. Begitu pula dengan amal yang engkau lakukan, jika engkau lakukan dengan sembunyi – sembunyi, ibarat benih kau tanam dalam bumi, maka akan berbuah kebahagian.

Artinya, sebagai orang yang ingin menempuh jalan makrifat, hendaknya membiasakan diri untuk beramal ikhlas. Lebih sempurna lagi jika amalanmu itu tidak kau tampakkan secara lahiriah kepada sesama makhluk. Ini dapat menghindari dekilnya kalbumu dari sifat riya’.

Manusia yang beramal taat kepada Allah tetapi dengan ‘asal-asalan’, tetapi ditampak-tampakkan maka amal itu akan menjadi busuk. Jika engkau melakukan hal itu, tentu yang engkau dapatkan kelak bukanlah rahmat dari Allah, melainkan celaka. Amal semacam ini ibarat engkau melempar benih sembarangan dan dilihat orang yang lalu lalang.

Beramal dengan dibebani berbgai muatan, misalnya engku beramal ingin pahala, takut neraka, ingin mendapatkan penghargaan, terangkat nama baikmu dimata manusia, maka tentu buahnya asam. Bahkan benih yang engkau tanam berbuah pahit, pohonnya berduri sehingga justru menyusahkan dirimu sendiri.

Amal yang baik adalah yang dipilih dari benih yang baik. Artinya, amalan itu didasarkan pada syariat yang benar sebagaimana yang telah diterngkan dalam hadis shahih maupun Al Quran. Lalu ditanam di dalam tanah, yang artinya sembunyikan amal kebaikan itu jangan sampai manusia cenderung memberi pujian kepadamu. Pastikan bahwa hanya Allah jua yang tahu kebaikan yng telah kau amalkan. Inilah sebuah pohon yang kelak akan berbuh kebahagiaan.

3 respons untuk ‘BAB II

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s