Momentum 100 tahun kebangkitan nasional ditandai dengan sebuah perhelatan akbar di Istora Bung Karno Senayan Jakarta. Lebih dari 100.000 penonton dan 30.000 pengisi acara menyemarakkan perhelatan akbar tersebut. Belum lagi peringatan yang diadakan di tempat lain seperti di Gedung STOVIA Jakarta, dan diberbagai daerah oleh berbagai macam elemen dan lapisan masyarakat.
Gegap gempita peringatan 100 tahun Hari Kebangkitan Nasional ini, seolah – olah dijadikan sebuah tonggak, titik balik, untuk merefleksikan semangat dan kegigihan para pemuda ”tempo doeloe”. Sebuah semangat yang layak diteladani oleh para pemuda bangsa Indonesia saat ini.
Semangat baru ini langsung di uji dengan semakin terpuruknya perekonomian dunia. Harga minyak dunia yang terus melonjak, krisis pangan, sampai dengan pemanasan global. Eksistensi kebangsaan yang ditandai dengan lahirnya organisasi Budi Utomo pada tahun 1908 harus diwujudkan dalam sebuah tindakan nyata, bukan hanya dilontarkan sebagai gagasan dan wacana saja.
Tindakan yang nyata tersebut bisa diwujudkan dengan bekerja secara kreatif, produktif, efektif, dan efisien. Budaya kerja keras, cerdas, jujur, dan gigih harus senantiasa kita bangkitkan. Misalnya dengan belajar menguasai Ilmu Pengetahuan, keahlian dan mengembangkan sikap ulet, seksama, disiplin, menghargai waktu, hemat, saling percaya, taat hokum, dan menghargai prestasi.
Tantangan ekonomi saat ini harusnya menjadi cambuk bagi bangunnya ide – ide kreatif untuk lepas dari keterpurukan ekonomi yang mengancam. Dengan kekayaan alam yang melimpah, merupakan sebuah peluang yang harus segera dioptimalkan pemanfaatannya.
Sungguh ironis memang, sebagai sebuah Negara agraris kita malah menjadi pengimpor beras terbesar. Konversi lahan pertanian yang tidak terkendali dan lemahnya daya saing petani menjadi penyebab utama hal ini.
Sinergi antara pemerintah dan rakyat perlu untuk selalu ditingkatkan demi tercapainya ketahanan pangan. Pembangunan seyogyanya lebih diarahkan pada sector agraria, karena Indonesia mempunyai potensi yang cukup besar. Oleh karena itu lonjakan harga pangan dengan strategi yang jitu seharusnya lebih banyak membawa berkah ketimbang petaka bagi Indonesia.